Pendidikan Karakter Sebagai Kebutuhan Anak Bangsa

Pendidikan Karakter Sebagai Kebutuhan Anak Bangsa

 

 

Diakui atau tidak bahwa karakter generasi muda akhir-akhir ini banyak mengalami kelunturan. Generasi muda sekarang, baik di desa maupun di kota banyak menghabiskan waktunya untuk bermain gadget, game online seperti mobile legend, pubg, free fire dan sejenisnya, sehingga mereka lupa akan nilai-nilai luhur seperti budi pekerti, tata krama, adab, gotong royong dan nilai-nilai luhur lainnya yang ada di bumi nusantara ini, Kebanyakan dari pemuda lebih suka bermalas-malasan, terlalu banyak bermain, dan enggan bekerja keras. Jikalau ada pemuda yang gemar bekerja keras, itupun hanya untuk sekedar memenuhi tuntutan gaya hidup yang bersifat konsumtif saja. lebih banyak lagi yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Sedikit sekali pemuda yang matang secara emosional, cerdas dalam berpikir, dan kaya dengan keimanan. Pemuda yang hebat bukan hanya dilihat dari kesuksesan akademiknya saja. Bukan pula dilihat dari kepopulerannya, apalagi kepandaiannya dalam mencari uang. Semua itu adalah capaian semu bersifat pragmatis yang seolah menjadi prestasi besar yang telah berhasil mereka raih.

 

Tentunya hal ini merupakan kegagalan pendidikan dalam menyikapi perubahan zaman yang tidak berpihak pada pembentukan karakter.[1] Seakan-akan dalam dunia pendidikan karakter di Indonesia menjadi barang yang langka. Sebagai contoh lain, video baru-baru ini yang viral di medsos guru di-bully murid-muridnya di Kendal, berdurasi 24 detik. Dari sejumlah komentar di video tersebut diketahui lokasi berada di SMK NU 03 Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Dalam video itulah terlihat seorang siswa mendorong kemudian disusul siswa lain. Sang guru terlihat berusaha menghalau murid-muridnya itu dengan gerakan tendangan dan mengibaskan buku yang dipegangnya. Gerakan sang guru disambut para siswa dan terlihat seolah saling tendang bahkan sepatu guru tersebut melayang sebelah. Video berakhir dengan tawa-tawa siswa dan guru mengambil kembali sepatunya yang lepas (https://m.detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-4297091/viral-guru-di-bully-murid-muridnya-di-kendal-kata-kepsek , 9 Februari 2019).

 

Dari data di atas, ada krisis yang nyata dan keprihatinan dalam masyarakat kita yang paling berharga, yaitu anak-anak. Semua orang sepakat kita menghadapi persoalan; para pembuat kebijakan, dokter, pemuka agama, pendidik, orang tua dan masyarakat umum, semua menyerukan kekhawatiran[2] dan keprihatinan yang sama, Pendidikan karakter ini memuat delapan belas nilai karakter positif yang terintegrasi menjadi satu dalam segala aspek pendidikan di sekolah dan di rumah. Kedelapan belas nilai karakter yang tercakup dalam sistem pendidikan ini diharapkan mampu menjadi jembatan bagi terciptanya pemuda yang cerdas, beriman, bertaqwa, dan cinta negara.

 

Dalam pada itu, selaras dengan yang ditulis oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2013) ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun bangsa dan ketiga adalah membanguhn karakter. Pada kenyataanya, saat ini salah satu dari tiga tantangan besar tersebut, yaitu membangun karakter masih menjadi pembicaraan dan masih diupayakan terus menerus untuk mencapai tujuannya.

 

Apakah Pendidikan karaktert merupaka hal yang baru dalam Pendidikan di Indonesia? Jawabannya tidak. Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa Pendidikan merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiga hal tersebut sangat perlu dibutuhkan dan diperlukan bagi generasi bangsa, yang akan meneruskan perjuangan bagi bangsa Indonesia.

 

Jika ditelusuri lebih lanjut, akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, terletak pada hilangnya karakter. Kini Pendidikan karakter menjadi kebutuhan yang mendesak bagi bangsa Indonesia di tengah permasalahan yang membelit bangsa ini. Helen G. Douglas (dalam bukunya Muchlas Samani dan Hariyanto, 2013) mengatakan karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebajikan.

 

Menurut Redja Mudyahardjo (2014: 3) Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan hidup. Sedangkan istilah karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.[3] Banyak sekali para pakar mendefinisikan karakter. Tapi penjelasan Ki Hajar Dewantara, bisa mewakili penjelasan yang lain. Menurut Ki Hajar, karakter terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar.

 

Berdasarkan paparan diatas, upaya apa yang dibutuhkan dan dilakukan untuk membangun karakter anak bangsa? Membangun karakter tentu membutuhkan waktu yang cukup lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Tentunya Pendidikan karakter tidak hanya ada pada guru di sekolah, Pendidikan karakter juga harus diajarkan sejak kecil oleh orang tua. Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa mungkin ada yang mengira, kalu seorang pengajar harus seorang yang berpengetahuan dan berpengalaman, karena mereka beralasan guru adalah orang yang harus “digugu” dan “ditiru”. Segala dugaan itu menurutnya adalah tidak benar, perlu dipahami bahwa pengajaran budi pekerti tidak lain artinya untuk menyongkong perkembangan hidup anak-anak lahir batin dari sifat kodratnya, seperti menganjurkan atau memerintahkan anak-anak untuk duduk yang baik, jangan berteriak-teriak agar tidak mengganggu orang lain, bersih badan dan pakaian, menghormati kedua orang tua, demikian seterusnya, itulah yang dimaksud pengajaran karakter atau budi pekerti.

 

Ki Hajar Dewantara, juga menyatakan terhadap anak-anak kecil cukuplah kita membiasakan mereka untuk bertingkah laku yang baik, sedangkan bagi anak-anak yang sudah dapat berfikir, seyogyanya diberikan keterangan-keterangan yang perlu, agar mereka dapat pengertian dan keinsyafan tentang kebaikan dan keburukan pada umumnya.[4]

 

Jika kita amati, konsep pendidikan sistem among Ki Hajar Dewantara meliputi, ing ngarsa sung tuladha (mengandung nilai keteladanan), ing madya mangun karsa (mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan)dan tut wuri handayani (mengandung nilai memantau, melindungi, merawat menjaga dan mengembangkan karakter peserta didik), kita upayakan dan kembangkan, tentu Indonesia mampu menjadi bangsa yang lebih baik. Dengan pendidikan karakter, saya yakin akan menghasilkan generasi bangsa yang lebih bermartabat dan berbudi pekerti luhur. Saran saya kepada pemerintah Indonesia, agar mengembangkan konsep pendidikan karakter sesuai UU No. 20. Pasal 3. Tahun 2003. Tidak hanya sebagai wacana belaka. Pendidikan merupakan kebutuhan utama, tapi yang paling utama adalah budi pekerti luhur.

Nilai toleransi dibutuhkan untuk menanamkan sifat saling menghargai, menghormati, dan tenggang rasa bagi sesama. Meskipun berbeda suku, agama, warna kulit, dan lain sebagainya. Jika toleransi antar umat beragama, suku, dan lainnya dapat dibangun maka selanjutnya diteruskan dengan semangat kebangsaan dengan kesadaran bahwa kita adalah satu bangsa dan tanah air. Jika toleransi, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air telah terdoktrin dalam jiwa anak-anak kita maka yang berikutnya adalah kepedulian sosial antar sesama manusia. Jika kesemua aspek tersebut dapat diwujudkan, maka bukan mustahil jika di masa depan kita semua dapat hidup berdampingan dalam keberagaman tanpa adanya rasa benci dan permusuhan satu dengan lainnya.

 

 

 

Komentar

  1. mungkin beberapa kata ada yang typo dan perlu di benahi sedikit

    BalasHapus
  2. Setelah membaca keseluruhan essay Anda, saya masih tidak menemukan point-point yang seharusnya dijabarkan, yaitu mengenai pendapat Anda tentang berbahasa di forum dan tulisan ilmiah, lingkungan sosial, keluarga, serta sebagai orang tua (kelak Anda menjadi orang tua). Saran saya yaitu Anda bisa lebih menonjolkan bahasan mengenai topik permasalahan yang diberikan oleh dosen, daripada membahas mengenai pendidikan karakter, namun dalam segi penulisan sudah baik, terima kasih

    BalasHapus
  3. Mungkin sekedar saran untuk lebih teliti lagi dalam penulisan karena terdapat kata yang salah.
    Terimakasih banyak

    BalasHapus
  4. dalam penggunaan bahasanya mudah untuk dipahami dan mengedukasi bagi generasi muda sekarang

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BERBAHASA SESUAI SITUASI KONDISI

Bahasa Sebagai Alat Interaksi